Nama : Shakina Dwiandari
NPM : 26211720
Kelas : 3EB19
TULISAN SOFTSKILL 2 (Bahasa Indonesia)
JAKARTA, KOMPAS.com —
Hakim Mahkamah Konstitusi mendapatkan uang penanganan perkara sebesar
Rp 5 juta setiap perkara yang diputuskan. Besaran uang penanganan
perkara yang diterima hakim konstitusi ini ditentukan kesekretariatan
jenderal MK.
"Mereka itu satu kali nomor perkara Rp 5 juta, satu perkara itu Rp 5 juta," kata Komisioner Komisi Yudisial Taufiqqurahman Sahuri di Jakarta, Sabtu (19/10/2013).
Taufiqurrahman menduga, besaran Rp 5 juta untuk tiap perkara yang diputuskan oleh hakim konstitusi ini mengadaptasi sistem di Dewan Perwakilan Rakyat. Produk yang dihasilkan hakim konstitusi, dianggap sama dengan produk DPR, yakni serupa undang-undang sehingga uang yang didapatkan hakim konstitusi disamakan dengan uang yang didapatkan anggota DPR setiap membuat suatu undang-undang.
"Mereka membayangkan putusan MK itu kayak undang-undang. Itu satu UU itu Rp 5 juta, jadi satu nomor, satu anggota, Rp 5 jutaan mungkin disamakan seperti itu," ungkap Taufiqurrahman.
Penetapan besaran uang yang didapatkan hakim konstitusi setiap memutus perkara ini, katanya, merupakan hasil pertimbangan subyektif pihak MK. "Itu insting saja, subyektif dari DPR dan sekjen MK. Ini kan masalah sekjen," tuturnya.
Dengan tunjangan yang demikian, katanya, seorang hakim konstitusi paling tidak membawa pulang gaji Rp 100 juta tiap bulannya. Dia lantas membandingkan besaran gaji hakim konstitusi dengan hakim di bawah Mahkamah Agung. Menurut Taufiqurrahman, hakim di MA mendapatkan uang penanganan perkara hanya Rp 23.000 setiap perkara yang diputus.
"Kalau MA, satu perkara Rp 23.000. Harusnya sekjen MK dibawa ke MA dan penentuan harga menggunakan acuan dari DPR, sama, Rp 5 juta," katanya.
Dia menambahkan, gaji hakim di bawah MA sejauh ini masih di bawah standar dibandingkan dengan di luar negeri. Gaji hakim agung saja, katanya, masih berkisar Rp 10 juta hingga Rp 15 juta. Sedianya, menurut Taufiqurrahman, hakim MA mendapatkan gaji sekitar Rp 200 juta per bulan.
"Mereka itu satu kali nomor perkara Rp 5 juta, satu perkara itu Rp 5 juta," kata Komisioner Komisi Yudisial Taufiqqurahman Sahuri di Jakarta, Sabtu (19/10/2013).
Taufiqurrahman menduga, besaran Rp 5 juta untuk tiap perkara yang diputuskan oleh hakim konstitusi ini mengadaptasi sistem di Dewan Perwakilan Rakyat. Produk yang dihasilkan hakim konstitusi, dianggap sama dengan produk DPR, yakni serupa undang-undang sehingga uang yang didapatkan hakim konstitusi disamakan dengan uang yang didapatkan anggota DPR setiap membuat suatu undang-undang.
"Mereka membayangkan putusan MK itu kayak undang-undang. Itu satu UU itu Rp 5 juta, jadi satu nomor, satu anggota, Rp 5 jutaan mungkin disamakan seperti itu," ungkap Taufiqurrahman.
Penetapan besaran uang yang didapatkan hakim konstitusi setiap memutus perkara ini, katanya, merupakan hasil pertimbangan subyektif pihak MK. "Itu insting saja, subyektif dari DPR dan sekjen MK. Ini kan masalah sekjen," tuturnya.
Dengan tunjangan yang demikian, katanya, seorang hakim konstitusi paling tidak membawa pulang gaji Rp 100 juta tiap bulannya. Dia lantas membandingkan besaran gaji hakim konstitusi dengan hakim di bawah Mahkamah Agung. Menurut Taufiqurrahman, hakim di MA mendapatkan uang penanganan perkara hanya Rp 23.000 setiap perkara yang diputus.
"Kalau MA, satu perkara Rp 23.000. Harusnya sekjen MK dibawa ke MA dan penentuan harga menggunakan acuan dari DPR, sama, Rp 5 juta," katanya.
Dia menambahkan, gaji hakim di bawah MA sejauh ini masih di bawah standar dibandingkan dengan di luar negeri. Gaji hakim agung saja, katanya, masih berkisar Rp 10 juta hingga Rp 15 juta. Sedianya, menurut Taufiqurrahman, hakim MA mendapatkan gaji sekitar Rp 200 juta per bulan.
Analisis :
Dengan ini dapat kita analisiskan
bahwasanya seorang Hakim MK memiliki gaji mencapai Rp 100 Jutaan.
Penetapan besaran uang yang didapatkan hakim konstitusi setiap
memutus perkara ini, katanya, merupakan hasil pertimbangan subyektif
pihak MK. Uang yang dimiliki MK besar sekali. Hal ini yang membuat
banyak orang yang berlomba-lomba ingin menjadi Hakim MK. Bahwasanya
dapat kita lihat biaya kebutuhan sehari-hari semakin mahal dan kadang
penghasilan tidak sebanding dengan pengeluaran seperti halnya pepatah
mengatakan “besar pasak daripada tiang”
Hakim
di MA mendapatkan uang penanganan perkara hanya Rp 23.000 setiap
perkara yang diputus. Dia menambahkan, gaji hakim di bawah
MA sejauh ini masih di bawah standar dibandingkan dengan di luar
negeri dan banyak tunjangan-tunjangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar